Geowisata Danau Poso: Menjelajahi Jejak Terbentuknya Pulau Sulawesi dan Danau Poso

Danau poso yang terletak di Kota Tentena, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah, merupakan danau terdalam ketiga di Indonesia (kedalaman 450m) dengan luas area 323.2 km2. Danau ini dibatasi oleh pegunungan tinggi Tokorondo dan Pompangeo di sisi Barat dan Timurnya. Bentang alam tersebut membuat suatu lembah yang dikenal dengan depresi atau cekungan Poso.

Gambar 1. Bentang alam Danau Poso dari google Earth dengan situs-situs geologi bukti jejak terbentuknya Pulau Sulawesi dan Danau Poso.

Danau Poso merupakan rumah bagi beberapa jenis ikan unik seperti masapi (Anguilla marmorata), sejenis belut yang bermigrasi antara danau dan laut dan beberapa spesies ikan dan kepiting endemik yang kini terancam punah. Alfred Russel Wallace, menjelaskan bahwa misteri keanekaragaman fauna yang berada di Sulawesi hanya dapat dijelaskan oleh sejarah geologinya.

“it will be evident how important an adjunct Natural History is to Geology”.

(Wallace 1876)

Acara tahunan festival danau Poso menjadi daya tarik utama wisatawan berkunjung ke Danau Poso untuk melihat keragaman budaya dan tradisi di daerah ini. Atau sekedar menikmati indahnya pemandangan Danau Poso sebelum melanjutkan perjalanan ke Lembah Bada, situs Megalitik Lore Lindu. Namun, masih sedikit yang mengetahui bahwa kawasan di sekitar danau Poso juga menyimpan bukti-bukti geologi tentang sejarah terbentuknya Pulau Sulawesi termasuk Danau tektonik Poso.

Tim Ekspedisi Poso berhasil menemukan beberapa bukti penting terkait sejarah terbentuknya Pulau Sulawesi dan Danau Poso yang akan dirangkum di sini:

  • Bukti Subduksi “Mega-Thrust” (Kuku)

Masih dalam ingatan tentang dahsyatnya gempa dan tsunami di Sumatera dan Sulawesi yang disebabkan oleh tabrakan antar lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia/Sundaland menghasilkan subduksi/mega-thrust. Tetapi, masih sedikit yang mengetahui bahwa terbentuknya Sulawesi juga diakibatkan oleh tabrakan antar lempeng atau kontinen mikro. Hal ini dibuktikan dengan adanya batuan Sekis Biru yang tersingkap di pinggir jalan antara Kuku-Panjoka (Gambar 2 dan 3). Situs sekisbiru ini hanya dapat dijumpai dibeberapa daerah di Indonesia seperti situs geologi Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah dan kompleks Bantimala di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga kelestarian situs geologi ini agar tidak dirusak dan hilang.

Gambar 2. Singkapan batuan sekis biru
Gambar 3. Ilustrasi terbentuknya sekis biru (blueschist) dan hijau (greenschist) di zona subduksi atau yang lebih dikenal dengan istilah populer megathrust
  • Bagian Ofiolit penyusun lantai Samudera (Sulewana)

Di Sulawena terdapat berbagai macam jenis batuan yang kemungkinan merupakan sisa bagian dari kerak samudra. Batuan ini terdiri atas atas basalt, rijang, gabro dan batuan ultramafik yang kini telah terpotong-potong oleh sesar dan rekahan (Gambar 4A). Suksesi batuan yang menyusun kerak samudra bumi disebut ofiolit (Gambar 4B). Singkapan ofiolit di Sulawesi merupakan salah satu yang terbesar di dunia selain ofiolit di Oman dan Papua New Guinea.

Gambar 4. (A) Singkapan batuan penyusun ofiolit di Sulewana dan (B) Susunan ideal ofiolit penyusun kerak samudra
  • Poso dulunya adalah laut (Lebanu)

Bukti bahwa depresi atau cekungan Poso dulunya adalah laut dapat kita temukan di Lebanu. Sambil mendaki bukit Lebanu kita dapat melihat adanya fosil kerang dan terumbu koral yang kini telah menjadi batugamping (Gambar 5). Kerang dan koral ini dulunya hidup di laut dangkal. Di Puncak Lebanu, kita dapat menikmati pemandangan depresi poso di potong oleh sungai Poso yang berkelok. Di sisi barat dan timur dapat kita lihat pegunungan Tokorondo dan Pompangeo yang menjulang tinggi hasil proses tektonik luar biasa di Sulawesi.

Gambar 5. Pendangan lembah depresi Poso dari puncak Lebanu. Inset gambar fosil koral dan kerang yang membentuk bukit Lebanu.

Dapat kita bayangkan dulu bahwa lembah/cekungan ini dulunya diisi oleh air laut yang menyatukan Teluk Gorontalo dan Bone. Hal ini dijelaskan oleh hasil penelitian yang dilakukan Nugraha dan Hall (2018), bahwa cekungan Poso merupakan suatu laut semi tertutup ketika 8 juta tahun yang lalu, seperti Laut Merah saat ini (Gambar 6).

Gambar 6. Ilustrasi Sulawesi saat 8 Juta tahun yang lalu, laut dalam semi tertutup di tengah Sulawesi memiliki kondisi yang serupa dengan Laut Merah sekarang (inset).
  • Pengangkatan Poso (Petirodongi)

Pengangkatan cekungan Poso dimulai sejak 3 Juta tahun yang lalu. Bukti proses pengangkatan yang terjadi di Tentena dapat kita temukan di jembatan Petirodongi. Di sini, terdapat singkapan batuan yang merupakan hasil pengangkatan pegunungan Pompangeo (Gambar 7). Batuan ini dipotong oleh sesar, yang menunjukkan bahwa sejak dahulu kala pembentukan Pulau Sulawesi erat kaitannya dengan proses tektonik yang menghasilkan sesar dan gempa.

Gambar 7. Singkapan batuan di dekat jembatan Petirodongi yang dipotong oleh sesar turun (garis merah). Inset foto (atas) memiliki komposisi utama batuan metamorfik sama seperti yang menyusun pegunungan Pompangeo sekarang dan foro (bawah) memiliki komposisi utama batuan ultramafik.

Menariknya, cerita geologi mengenai pengangkatan depresi Poso ini ternyata sudah dituturkan secara turun temurun melalui cerita rakyat atau disebut Laolita oleh orang Poso. Cerita Ayam Ajaib dari Desa Peura , kecamatan Pamona Puselemba mengisahkan tentang terangkatnya permukaan laut menjadi daratan.

  • Sesar yang membentuk Danau Poso (Padang Marari)

Danau Poso dibatasi oleh Sesar Poso Barat dan Sesar Poso di sisi timur. Gempa 5,7 SR yang terjadi pada tanggal 24 Maret 2019 di desa Meko membuktikan bahwa Sesar Poso Barat tergolong sesar aktif. Sesar aktif adalah sesar yang pernah bergerak menghasilkan gempa pada kurun waktu 10.000 tahun terakhir. Hal ini pula yang melatarbelakangi kegiatan Tim Ekspedisi Poso untuk mencari bukti sesar ini (Gambar 8).

Gambar 8. Interpretasi Citra Google Earth dengan perbukitan memanjang yang mengindikasikan jalur Sesar Poso Barat (garis putih). Gambar inset merupakan penciri morfologi yang digunakan geologiawan dalam menginterpretasi suatu jalur sesar.

Keindahan perbukitan memanjang disepanjang Danau Poso menunjukkan indikasi adanya sesar yang membentuk morfologi tersebut. Sambil menikmati indahnya Danau Poso dari perjalanan Bancea ke Padang Marari menggunakan perahu, kita juga dapat melihat dinding sesar yang memotong perbukitan memanjang Padang Marari (Gambar 9).

Gambar 9. Bidang sesar berupa dinding batuan terjal yang memotong perbukitan memanjang Padang Marari. Reruntuhan akibat sesar dapat pula diteukan di dalam Danau Poso. Tim Ekspedisi Poso juga berhasil menemukan reruntuhan di Tanjung Bancea yang dalam cerita rakyat sebuah desa runtuh ke dalam danau akibat menertawakan katak.
Ilustrasi terbentuknya danau tektonik yang dipotong oleh sesar geser

Poso merupakan suatu warisan alam dunia yang wajib kita apresiasi dan jaga. Dalam acara Poso Tectonic Lake Virtual Geotour di Geotourism Festival 2020, Ketua Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Geologi Unpad Prof. Ir. Mega Fatimah Rosana, M.Sc., PhD berpendapat bahwa kekayaan geologi di sekitar Danau Poso sudah mendukung untuk diajukan menjadi kawasan Geopark atau taman bumi. Diperlukan peran serta aktif seluruh lapisan masyarakat terutama pemerintah daerah guna mewujudkan hal ini.

Sumber:

Nugraha, A. M. S., & Hall, R. (2018). Late cenozoic palaeogeography of Sulawesi, Indonesia. Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology490, 191-209.

Kadarusman, A., Miyashita, S., Maruyama, S., Parkinson, C. D., & Ishikawa, A. (2004). Petrology, geochemistry and paleogeographic reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite, Indonesia. Tectonophysics392(1-4), 55-83.

https://nationalgeographic.grid.id/read/132261346/harta-karun-danau-poso-pusparagam-kehidupan-kisah-bencana-dan-kemunculan-sulawesi?page=all

Banjir Bandang Masamba dari Aspek Hidro-Geomorfologi

2 hari yang lalu, bagian periperal utara Cekungan Bone, banjir bandang mas, bagaimana pendapat Mas Ega terkait kejadian ini? – pertanyaan dari Yan Bachtiar Muslih

Waalaikumsalam w. w. Iya ni sy br liat video nya. Sepertinya ada beberapa faktor ya…

Dan saya pun menjawab pertanyaan tersebut yang kemudian saya detailkan dan tulis ulang di sini. Saya juga membagikan jawaban ini ke salah satu bimbingan saya (Pams) yang menanyakan apabila jawaban ini bisa dibagikan. Hal ini membuat saya kembali bersemangat untuk menulis di sini untuk berbagi.

Mungkin sudah banyak yang membahas mengenai banjir bandang Masamba, Luwu utara, Sulawesi tapi, kali ini akan kita bahas lebih detail dari aspek hidro-geomorfologinya.

Sebelumnya, mari kita baca rangkuman beberapa penjelasan mengenai pemicu dan penyebab banjir bandang Masamba dari berbagai sumber:

  • Perubahan fungsi guna lahan: kepala pusat penginderaan jarak jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyampaikan, hasil analisis tutupan lahan di DAS Balease, Rongkong dan Amang Sang An dengan citra landsat 2010-2020 menunjukkan ada penurunan hutan primer sekitar 29.000 hektar (Gambar 1). Namun, berita LAPAN juga menyampaikan tidak ada perubahan signifikan fungsi guna lahan dari tahun 2010 hingga 2020.
Gambar 1. Peta perbandingan fungsi guna lahan tahun 2010 dan 2020 (Sumber: LAPAN)
  • Tim Lapan juga melaporkan curah hujan menengah hingga tinggi dengan intensitas yang lama sejak tanggal 12 Juli 2020 malam hingga 13 Juli 2020. Hal ini meningkatkan debit air yang mengalir di sungai dan memicu terjadinya longsor. Prof. Benjamin Horton, seorang ilmuwan iklim dan direktur Earth Observatory Singapore menjelaskan bahwa perubahan iklim berkontribusi terhadap meningkatnya curah hujan dibulan Juni dan Juli (kenaikan suhu bumi dari tahun 1884 hingga 2019 dapat di lihat di sini https://www.earthobservatory.nasa.gov/world-of-change/global-temperatures). Peningkatan suhu bumi meningkatkan kecepatan evaporasi air laut yang menghasilkan hujan.
Gambar 2. Peta curah hujan di Kabupaten Luwu Utara dan sekitarnya (Sumber: LAPAN)
  • Tim Lapan dan Badan Informasi Geospasial (BIG) juga melaporkan kondisi gemorfologi yang terjal dan struktur geologi (sesar) pada hulu sungai Sabang, Radda, dan Masamba (Gambar 3). Hal ini membuat tebing sungai menjadi area yang rawan longsor.
Gambar 3. Peta analisis morfometri (Sumber: Badan Informasi Geospasial)
  • Berita Lapan juga menyampaikan bahwa data satelit juga menunjukan adanya titik – titik longsor yang cukup banyak di wilayah hulu sungai Sabbang, Radda, dan Masamba (Gambar 4).
Gambar 4. Peta Potensi bahaya longsor daerah hulu sungai Masamba (Sumber: https://www.instagram.com/di_lemba/)
  • Adanya bendungan, baik yang alami karena longsor maupun buatan seperti yang terdapat di Sungai Radda, Kula dan Baliase yang menampung air dan sedimen, sebelum akhirnya jebol memperparah banjir bandang.

Selanjutnya, mari kita lakukan observasi sederhana untuk mengkaji penyebab dan pemicu banjir bandang Masamba:

  • Fungsi lahan: observasi dengan membandingkan peta guna lahan yang diunduh dari Badan Informasi Geospasial dan google earth menunjukkan adanya pembukaan dan perubahan lahan yang sebelumnya tidak terpetakan (Gambar 5).
Gambar 5. Perubahan dan pembukaan lahan baru yang belum terpetakan ditunjukkan dengan panah pada gambar. Warna-warni pada peta menunjukkan area kebun, ladang dan sawah. Perubahan fungsi lahan dan pembukaan lahan dapat mengurangi penyerapan air ke dalam tanah. Pembukaan lahan meningkatkan erosi pada permukaan tanah tanpa adanya akar pepohonan yang mengikat tanah. Hal ini diperparah saat hujan, menambah aliran permukaan yang membawa sedimen lumpur dan pasir ke sungai.
  • Kondisi Lereng: analisis morfometri oleh BIG menunjukan kondisi lereng yang terjal/curam dengan kemiringan lebih dari 45% (hasil analisis sementara Direktorat Jenderal Pengendalian DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Gambar 3). Lereng yang terjal akan mempengaruhi kecepatan aliran banjir bandang. Bayangkan jika kita mengalirkan air atau saos pada piring dengan kemiringan 10° vs dengan kemiringan > 45°, manakah yang akan mengalir lebih cepat?
  • Struktur Geologi – Sesar: sungai-sungai utama (garis biru pada Gambar 6) di daerah Masamba secara umum berada sejajar dengan sesar (garis hitam pada gambar 6). Kondisi tersebut membuat tebing atau dinding sungai menjadi area lemah yang rentan longsor ketika tanahnya jenuh air akibat hujan maupun getaran akibat gempa. Longsor yang menutupi sungai dapat menjadi bendungan alami yang apabila jebol (karena debit air yang terlalu besar) akan menghasilkan banjir bandang yang luar biasa.
Gambar 6. Lokasi sungai-sungai di area Masamba di atas Peta Geologi.
  • Litologi dan pelapukan Batuan: Daerah aliran sungai (DAS) di bagian hulu sebagian besar terletak di atas batuan granit Kambuno (Gambar 6). Kondisi iklim tropis di Sulawesi membuat pelapukan batuan menjadi tanah berlangsung sangat intensif dan cepat. Dari pengalaman penulis, dalam waktu setahun suatu singkapan batuan yang segar dapat menjadi sangat lapuk (mulai menjadi tanah) dan ditumbuhi oleh berbagai vegetasi.
  • Proses hidrologi sungai: berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan discharge (volume aliran sungai per satuan waktu, aliran ini juga membawa material padat/sedimen dan terlarut) sehingga memicu dan menyebabkan banjir bandang:
    • DAS yang luas
    • Banyaknya cabang sungai yang menyatu menjadi sungai utama
    • Kemiringan lereng yang curam/terjal
    • Semakin deras/intensitas dan lama hujan
    • Kurangnya vegetasi mengurangi penyerapan air
    • Apabila lapisan tanah sudah jenuh air, maka aliran permukaan akan meningkat, selain itu lapisan batuan impermeabel/kedap air juga meningkatkan aliran permukaan
Gambar 7. Rangkuman faktor dan proses aliran di sungai. Ukuran partikel atau sedimen yang besar dapat dibawa saat banjir bandang karena meningkatnya perbandingan material sedimen yang dibawa terhadap air sungai (debris flow).
  • Geomorfologi: Kondisi geomorfologi di masamba terletak sangat dekat dengan kaki gunung yang di potong oleh beberapa sungai utama. Dari peta citra satelit LAPAN dan Google Earth dapat dilihat bahwa tipe sungai di sana yang pada umumnya merupakan sungai teranyam dengan arus yang cukup deras (dapat dilihat dari riak sungai yang terekam oleh citra satelit, Gambar 12). Berdasarkan Digital Elevation Model (DEM) atau model elevasi digital dari DEMNAS dan Alos Palsar, sungai-sungai di Masamba memiliki bentukan channel sungai yang cukup curam dan rapat (Gambar 8). Daerah hulu sungai yang memotong pegunungan memiliki dataran banjir yang terbatas karena langsung dibatasi oleh tebing yang curam (Gambar 8 dan 9). Pengamatan yang dilakukan di Sungai Radda menunjukkan bahwa banjir tidak bandang tidak hanya terjadi di daerah dataran rendah kota Masamba dan sekitarnya (Gambar 8 dan 10).
Gambar 8. Gambar citra atas menunjukkan kondisi sebelum dan setelah banjir di hulu sungai Radda. Gambar bawah menunjukkan gabungan antara data elevasi dan lokasi banjir yang terjadi di daerah yang paling rendah (warna yang semakin gelap). Garis merah menunjukkan penampang sungai pada gambar 9.

Di sekitar Sungai Radda satu pemukiman yang terletak lebih hulu tidak terlalu tergenang (Desa 1) oleh banjir bandang dibandingkan dengan desa (Desa 2) di bawahnya yang berjarak sekitar 3,5 km (Gambar 8 dan 9). Sedangkan dampak kerugian paling parah terletak di dataran rendahnya. Hal ini membuktikan bahwa semakin ke arah hilir, banyak dan kecepatan aliran sungai semakin bertambah (Gambar 7). Ketika volume air bertambah maka air dapat naik dan mengalir melebihi dinding dan tanggul alam sungai menghasilkan banjir (Gambar 9 dan 11).

Gambar 9. Penampang yang melintasi sungai dari hulu ke hilir menunjukkan kerapatan tebing yang berbeda. Garis tegas biru ilustrasi ketinggian air sungai normal sebelum banjir dan garis putus-putus ilustrasi muka air saat banjir.

Prinsipnya, air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah. Hal ini pula yang menyebabkan penyebaran banjir cukup luas menggenangi daerah sekitar Bandara Andi Jemma (Gambar 10). Data elevasi (DEM) menunjukkan bahwa daerah ini merupakan suatu dataran rendah yang terletak berdampingan dengan sungai utama (Gambar 10). Oleh karena itu, daerah ini dapat menjadi dataran banjir saat banjir bandang melewati tanggul alam sungai (Gambar 11).

Gambar 10. Citra atas menunjukkan kondsi Masamba sebelum dan setelah banjir bandang di Sungai Baliase. Gambar bawah menunjukkan daerah banjir terdapat pada daerah dengan elevasi rendah (warna hitam) dibandingkan daerah dengan elevasi yang lebih tinggi (warna biru). Garis merah menunjukkan penampang topografi pada gambar 11.
Gambar 11. Penampang topografi A menunjukkan banjir hanya terjadi di lembah yang diapit dua tebing tinggi. Penyebaran banjir meluas di dataran rendah yang terletak di depan (hilir) lembah sungai hingga melebihi tanggul alam Sungai Baliase. Gambar C menunjukkan kemiringan lereng dari kaki gunung melandai ke dataran rendah Masamba.
  • Manusia: Sejak dari satu juta tahun yang lalu, kondisi geomorfologi Sulawesi sudah seperti sekarang karena proses geologi dan tektonik yang aktif di Sulawesi. Jadi kemungkinan besar banjir bandang telah terjadi sebelumnya, bahkan mungkin sebelum ada manusia yang bermukim di Masamba. Adanya kerugian dan juga korban jiwa membuat banjir bandang ini menjadi sebuah bencana alam. Faktor manusia yang mengubah fungsi lahan seperti yang dijelaskan sebelumnya menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir bandang. Banyaknya potongan batang pohon yang terbawa banjir bandang menjadi salah satu bukti adanya pembukaan lahan yang terjadi di hulu sungai. Hal lainnya yang dapat menyebabkan banjir bandang adalah bendungan buatan seperti PDAM dan PLTA yang juga bertindak sebagai tempat penampungan sedimen lumpur dan pasir (Gambar 12). Selain menghasilkan pendangkalan sungai, sedimen yang menumpuk ini juga selanjutnya dapat terbawa oleh banjir bandang. Normalisasi dan/atau naturalisasi menjadi hal penting untuk mencegah hal tersebut terjadi.
Gambar 12. Citra google yang menunjukkan riak air sungai dan bendungan di Sungai Rada (A), Sungai Kula (B) dan Sungai Baliase (C). Perhatikan tumpukan sungai alami (Bar) di Sungai Baliase yang menunjukkan tipe sungai teranyam. Perhatikan pula bentukan pepohonan bulat teratur yang merupakan perkebunan kelapa sawit.

Apakah akan ada banjir selanjutnya?

Ya mungkin saja, apabila terjadi hujan kembali dalam waktu dekat. Selain itu, kondisi lapisan tanah saat ini masih jenuh air setelah banjir disertai dengan pendangkalan sungai akibat material yang dibawa banjir. Perlu diwaspadai akan adanya peningkatan curah hujan akibat La Nina hingga akhir tahun 2020 berdasarkan laporan prediksi BMKG.

Apa yang dapat dilakukan selanjutnya?

dalam waktu dekat adalah melakukan evakuasi ke lokasi yang lebih tinggi dari dataran banjir. Untuk jangka panjang diperlukan studi menyeluruh mengenai penyebab banjir bandang yang disertai dengan rekomendasi untuk mencegah hal tersebut kembali terjadi. Salah satu contohnya adalah melakukan simulasi pemodelan banjir dengan berbagai faktor elemen yang dapat menyebabkan dan memicu banjir terjadi.

Sekian analisis sederhana yang dapat dilakukan, semoga dapat memberi tambahan informasi terkait banjir bandanng Masamba. Silahkan dibagikan dan bertanya agar penulis tetap semangat berbagi informasi. Terma kasih!

Referensi:

https://www.lapan.go.id/post/6541/lapan-ungkap-fakta-penyebab-banjir-bandang-yang-luluh-lantakkan-luwu-utarahttps://www.lapan.go.id/post/6536/banjir-luwu-utara-satelit-penginderaan-jauh-memotret-kerusakan-banjir-di-luwu-utara
https://www.lapan.go.id/post/6543/banjir-bandang-luwu-utara-lapan-ungkap-anomali-musim
https://www.lapan.go.id/post/6539/analisis-lapan-usai-banjir-bandang-di-masamba-luwu-utara
https://www.lapan.go.id/post/6539/analisis-lapan-usai-banjir-bandang-di-masamba-luwu-utara
https://tirto.id/penyebab-banjir-masamba-luwu-utara-yang-tewaskan-puluhan-orang-fRm6
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53465893
https://www.kompas.com/sains/read/2020/07/17/070200123/2-faktor-meteorologis-penyebab-banjir-bandang-masamba-luwu-utara?page=all
https://www.mongabay.co.id/2020/07/20/banjir-dan-longsor-luwu-utara-berikut-analisis-penyebabnya/

https://www.channelnewsasia.com/news/singapore/weather-june-2020-coolest-in-20-years-wettest-in-decade-12931872#:~:text=Singapore%20experienced%20the%20second%20coolest,Meteorological%20Service%20Singapore%20(MSS).

Badan Informasi Geospasial Release: Banjir Bandang di Kabupaten Luwu Utara

Tanya Jawab Longsor dan Gerakan Tanah

Q: Apa perbedaan longsor dan gerakan tanah?

A: Longsor merupakan salah satu tipe gerakan tanah yang pergerakannya cepat. Sedangkan untuk yang pergerakannya lambat disebut dengan rayapan (creep). Gaya gravitasi mempengaruhi pergerakan masa tanah dan berbagai material lepas lainnya menuruni lereng bukit atau gunung.

Berbagai tipe pergerakan tanah dilihat dari mekanisme pergerakannya (mengalir, meluncur, dan jatuh) dan kecepatan dari pergerakan materialnya. pergerakan tanah yang dimaksud di sini adalah berbagai material termasuk batu dan tanah atau keduanya. Jika material longsor berukuran lebih kasar dari pasir disebut dengan debris (gambar modifikasi dari Plummer et al., 2015),
Gambar di atas menunjukkan berbagai tipe gerakan tanah berdasarkan mekanisme pergerakannya (gambar: Plummer et al., 2015).
ciri-ciri suatu daerah mengalami rayapan (creep) (modifikasi gambar Plummer et al., 2015)

Q: Dimana longsor dapat terjadi?

A: Umumnya longsor terjadi di area yang memiliki kemiringan yang terjal. Namun sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi longsor dapat terjadi seperti hujan lebat yang terus menerus, gempa, gunung api, kebakaran hutan termasuk kegiatan manusia seperti penebangan hutan atau pembukaan lahan secara berlebihan. Longsor juga dapat terjadi di darat dan di bawah permukaan air (laut atau danau).

Q: Jadi apa saja yang dapat memicu terjadinya longsor?

A: Hal utama yang dapat memicu terjadinya longsor adalah air, gempa dan aktivitas gunung api. Pemicu tersebut dapat menyebabkan longsor pada daerah yang tidak stabil dengan faktor-faktor pengontrol seperti di bawah ini:

Ilustrasi gambar dimana lapisan yang sejajar dengan arah kemiringan lapisan batuan/tanah memiliki kondisi tidak stabil (rawan longsor) (modifikasi Plummer et al., 2015)

Q: Mengapa air bisa memicu terjadinya longsor?

A: Kandungan air yang tinggi di dalam tanah membuat tanah menjadi tidak padat, semakin berat dan berkurangnya kekuatan mengikat tanah sehingga dapat mengalir ke tempat yang lebih rendah. Meningkatnya air dalam tanah bisa disebabkan oleh curah hujan yang tinggi dan terus menerus, dekat dengan sungai, maupun yang disebabkan oleh manusia seperti bocornya air saluran irigasi dan selokan ke dalam tanah.

Q: Bagaimana dengan gempa?

A: Gempa adalah salah satu pemicu utama terjadinya longsor. Getaran atau goyangan yang diakibatkan oleh gempa membuat material tanah batuan dan tanah khususnya di lereng bukit atau gunung menjadi tidak stabil dan mengalir, meluncur, atau jatuh ke bawah.

Q: Bagaimana kaitannya longsor dan aktivitas gunung api?

A: Material hasil letusan gunung api dapat bergerak menuruni lereng gunung dengan sangat sehingga dapat menghasilkan longsor. Material debris vulkanik ini juga dikenal sebagai lahar. Kepundan atau kawah gunung api juga rentan untuk runtuh. Jika material longsoran tersebut masuk ke air maka dapat menggerakkan massa air sehingga terjadi tsunami, seperti tsunami selat sunda yang disebabkan oleh letusan Gunung Anak Krakatau.

Q: Berarti longsor juga bisa mengakibatkan tsunami ya?

A: Ya, tidak hanya longsor yang berkaitan dengan gunung api, namun semua jenis longsor dengan material yang banyak masuk ke dalam tubuh air seperti danau dan laut/teluk juga dapat menghasilkan tsunami seperti ilustrasi di bawah ini.

Longsor di lereng bukit/pegunungan dengan sungai di lembah dapat menghasilkan tanggul alam yang menahan aliran air sungai. Apabila jumlah air meningkat terus (seperti hujan deras terus menerus), tanggul alam tersebut dapat jebol dan menghasilkan banjir bandang atau aliran debris atau lumpur ke arah hilir.

contoh longsor yang menutup aliran Sungai Gelt, Selandia Baru (www.geonet.org.nz)

Q: Lalu bagaimana kita tahu kita tinggal di daerah rawan longsor atau tidak?

A: Hal yang paling gampang selain memperhatikan faktor-faktor pengontrol seperti yang telah dijelaskan di atas adalah dengan dengan melihat peta potensi atau perkiraan longsor/pergerakan tanah yang dapat diakses di http://vsi.esdm.go.id/

Contoh peta prakiraan wilayah terjadinya gerakan tanah/longsor di Provinsi Sulawesi Tengah yang dapat diunduh di website Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Q: Bagaimana kalau ternyata kami tinggal di daerah dengan potensi gerakan tanah/longsor tinggi? kami sudah turun temurun tinggal di sini, haruskah kami pindah?

A: Tidak perlu panik dan takut berlebihan apabila ternyata tempat tinggal kita berada di zona rawan longsor. Yang penting adalah waspada dan selalu siap siaga. Hal yang paling aman tentu saja pindah ke daerah yang lebih aman (potensi gerakan tanah rendah), namun apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka dibutuhkan mitigasi bencana dengan literasi bencana dan tata ruang wilayah agar daerah tempat tinggal tetap dalam kondisi stabil. Contohnya tidak melakukan penebangan pohon atau pembukaan lahan secara berlebihan, karena pohon yang memiliki akar panjang akan mengikat lapisan tanah sehingga longsor tidak mudah terjadi.

Mengutip dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), terdapat rekomendasi untuk menangani daerah rawan longsor:

  1. Implementasi penataan ruang dan pemanfaatan ruang merupakan kunci untuk mengurangi risiko bencana longsor.
  2. Pengurangan risiko bencana harus menjadi pengarusutamaan dalam pembangunan nasional.
  3. Perlu ditingkatkan budaya sadar bencana, baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.
  4. Peringatan dini longsor, sosialisasi, penegakan hukum dan lainnya harus ditingkatkan.
  5. Permukiman perlu ditempatkan pada daerah yang lebih aman dengan sistem klaster di berbagai lokasi. Pemilihan lokasi mempertimbangkan analisis risiko bencana dan tata ruang detail.
  6. Konservasi berbasis biogeo-engineering. Pada lembah-lembah perbukitan perlu ditanami dengan pepohonan jenis kayu yang memiliki perakaran dalam yang berfungsi sebagai penahan longsor. Buffer zone antara kawasan perlindungan (kelerengan tinggi) dengan kawasan budi daya di bagian bawahnya dibuat dengan tanaman pohon yang kuat, ditanam rapat dan membentuk sabuk hijau yang tebal/berlapis. Jenis vegetasi yang perlu ditanam pada daerah-daerah lembah adalah jenis tanaman lokal yang sudah nyata terbukti tumbuh dengan baik di daerah tersebut. Beberapa jenis pohon yang dapat ditanam adalah: jenis pohon puspa (Schima walichii), rasmala (Altingia excelsa), huru (Litsia chinensis), surian (Toona sureni merr), bambu manggong (Gigantochloa manggang), kayu baros (Manglietia glauca bl), dan sukun.
  7. Lahan dengan kelerengan lebih dari 40 derajat dipertahankan sebagai kawasan lindung berupa ekosistem hutan alam dengan kerapatan pohon yang tinggi. Satu hektare lahan ditanami 400 pohon.
  8. Perlu dibangun sistem peringatan dini longsor berbasis kondisi geologi dengan aspek dinamis curah hujan.
Referensi:
Highland, L. and Bobrowsky, P.T., 2008. The landslide handbook: a guide to understanding landslides (p. 129). Reston: US Geological Survey.
Plummer, C.C., Carlson, D.H. and Hammersley, L., 2015. Physical geology. New York, NY: McGraw-Hill/Education, Inc.
https://news.detik.com/berita/d-4368875/bnpb-409-juta-jiwa-tinggal-di-daerah-rawan-longsor

Pertanyaan seputar Gemuruh/Dentuman dan Gelombang Gempa

Ilustrasi yang menggambarkan titik pusat gempa (focus/Hypocenter) dan Epicenter (titik dipermukaan yang merupakan proyeksi vertikal dari titik pusat gempa) yang diakibatkan oleh sesar yang menghasilkan gelombang seismik (Seismic waves) (sumber gambar: Plummer et al., 2015)

Setelah melakukan kegiatan lapangan Ekspedisi Poso (15-22 Mei 2019) dan melakukan edukasi kebencanaan geologi di beberapa desa di sepanjang sesar Poso Barat, terdapat beberapa pertanyaan menarik yang ingin saya bagikan di sini. Yang pertama pertanyaan mengenai suara gemuruh atau dentuman dari dalam tanah:

Q: Mengapa saat terjadi gempa di Meko (nama salah satu desa di bagian barat Danau Poso) disertai dengan suara gemuruh/dentuman dari dalam tanah?

A: Fenomena gemuruh/dentuman sebelum gempa, saat gempa maupun setelah gempa ini juga dikenal dengan nama “Earthquake Booms”. Suara gemuruh/dentuman tersebut merambat bersama gelombang gempa yang bersumber dari sesar/patahan yang terjadi. Analoginya saat kita mematahkan ranting kayu atau penggaris, saat patah akan terdengar suara/bunyi patahan (tapi klo ini suaranya merambat lewat udara).

Q: Lalu apa hubungannya dengan “Earthquake Swarm” atau Gempa Swarm?

A: Nah Gempa Swarm/ Earthquake Swarm itu adalah suatu istilah dimana suatu daerah mengalami beberapa kali gempa dalam waktu yang singkat. Nah bedanya apa dengan gempa susulan? kalo Gempa swarm ini susah dibedakan mana gempa susulan dan gempa utamanya karena waktu kejadian yang berdekatan dengan besar gempa yang hampir sama. Jadi hubungan antara earthquake swarm (gempa swarm) dengan suara dentuman dapat dibayangkan jika kita menabuh drum berkali kali, pasti suaranya juga akan lebih jelas kedengaran kan?

Selanjutnya yang kedua pertanyaan yang berkaitan dengan gelombang gempa

Q: Pak, gempa Meko (24/03/2019, 5,4 SR) ini berbeda dengan Gempa Palu (28/08/2018, 7,4 SR), saat gempa Palu itu tanah dan rumah-rumah di desa Meko bergoyang kanan kiri sedangakan ketika gempa Meko tanah dan rumah-rumah itu digoyang naik turun seperti gelombang. Kenapa seperti itu ya?

A: Seperti yang kita ketahui bahwa sesar yang aktif bergerak menyimpan energi yang sewaktu-waktu dilepaskan menghasilkan gempa. Nah, energi tersebut merambat ke berbagai arah (termasuk ke permukaan tanah) dalam bentuk gelombang seismik. Jenis-jenis perambatan gelombang ini bermacam-macam antara lain berupa gelombang permukaan (surface waves) dan bodi (body waves).

Ilustrasi Surface waves yang merambat di permukaan bumi (biru) dan body waves yang merambat di dalam bumi (merah) (eqseis.geosc.psu.edu)

A: Body waves merupakan gelombang yang merambat dari fokus/hiposenter gempa ke segala arah sedangkan surface waves merambat hanya di permukaan bumi dari episenter (perhatikan gambar ilustrasi pertama di atas).

A: Diantara dua gelombang di atas, yang paling merusak adalah surface waves atau gelombang permukaan. Berdasarkan ciri pergerakannya, gelombang permukaan dapat dibagi lagi menjadi Love Wave (pergerakan yang menyamping kanan dan kiri) dan Rayleigh Wave (pergerakan yang naik turun seperti gelombang). Dari ciri tersebut maka dapat disimpulkan bahwa di Desa Meko telah terjadi apa yang disebut dengan love dan rayleigh waves.

Ilustrasi gambar gelombang love wave (bergerak menyamping kanan-kiri) dan rayleigh wave (bergerak naik turun seperti gelombang) dengan ciri pergerakan yang berbeda. Rayleigh wave memiliki sifat yang lebih destruktif atau merusak gedung dibandingkan dengan love wave (sumber gambar: Plummer et al., 2015)

Bagaimana Cara Membaca Peta Geologi?

Contoh Peta Geologi Lembar Poso, Sulawesi (Simandjuntak dkk., 1997)

Q: Apa itu peta geologi?

A: Peta geologi adalah peta yang menunjukkan persebaran batuan (umumnya dalam formasi, keterangan formasi akan dijelaskan di bawah) pada permukaan bumi

Q: Komponen apa saja yang terdapat pada peta Geologi?

A:komponen-komponen penting yang umumnya terdapat antara lain gambar peta, legenda yang didalamnya mencakup informasi jenis batuan dan simbol peta, peta indeks, judul peta, nama lembar/daerah dan penampang geologi.

Gambar di atas menunjukkan tata letak keterangan dan komponen penting pada suatu peta geologi (SNI 13-4691-1998 ICS 07.060 Penyusunan Peta Geolgi, http://psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/susun-peta-geologi%20(1).pdf)

Q: Hal-hal penting apa saja yang perlu diperlukan saat membaca peta geologi?

A: Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  • Judul Peta – Nama Lembar/Daerah; karena setiap daerah memiliki kondisi geologi yang berbeda.
  • Skala Peta; perbandingan jarak di peta dengan jarak horisontal sebenarnya di bumi. Misalnya skala 1:250.000 menunjukkan bahwa 1 cm dipeta sama dengan 2.5 km jarak sebenarnya.
  • Sistem Koordinat; perpotongan dua garis sumbu koordinat, seperti garis bujur (Bujur Barat/BB dan Bujur Timur/BT) dan garis lintang (Lintang Utara/LU dan Lintang Selatan/LS).
  • Arah Utara; orientasi arah utara yang ditunjukkan dengan panah ke arah Utara atau huruf “U”.
  • Garis kontur; garis ketinggian di atas datum (muka air laut) yang menggambarkan bentuk permukaan bumi. Persebaran batuan pada peta geologi digambar merujuk pada garis kontur di Peta Topografi.
  • Simbol geologi; menunjukkan informasi geologi seperti jenis batuan (biasanya dengan simbol atau warna), deformasi batuan (sesar, lipatan; simbol dan garis) dan umur batuan (dengan singkatan informasi skala waktu geologi).
contoh simbol-simbol yang digunakan dalam peta geologi
(SNI 13-4691-1998 ICS 07.060 Penyusunan Peta Geolgi, http://psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/susun-peta-geologi%20(1).pdf)
  • Pada bagian legenda/keterangan peta, biasanya terdapat informasi formasi batuan. Formasi adalah satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996). Formasi terdiri dari litologi yang memiliki keseragaman atau ciri litologi yang nyata, dapat terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau lebih. Penamaan formasi biasanya disesuaikan dengan lokasi keterdapatannya.
Contoh korelasi satuan peta yang menunjukkan hubungan stratigrafi dan umur dari formasi. Di sebelah kanan terdapat informasi mengenai litologi/batuan yang menyusun berbagai formasi. Contoh diambil dari peta geologi daerah Poso (Simandjuntak dkk., 1997)
  • Di dalam keterangan formasi biasanya terdapat singkatan huruf yang menunjukkan umur relatif formasi dan batuan yang terdapat dalam formasi tersebut. Umur relatif formasi batuan mengikuti kaidah skala waktu geologi seperti gambar di bawah.

Keterangan dari singkatan huruf pada formasi batuan yang menunjukkan umur relatif dari formasi tersebut. contoh Kuarter disingkat dengan “Q” dan Miosen disingkat dengan “Tm” (
(SNI 13-4691-1998 ICS 07.060 Penyusunan Peta Geolgi, http://psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/susun-peta-geologi%20(1).pdf)
Skala waktu geologi (Kurun, Masa, Zaman, dan Kala) yang menunjukkan umur relatif batuan seperti Fanerozoikum, Kenozoikum, Tersier, Neogen dan lain lain. Umur absolut ditunjukkan dengan angka yang terdapat dari setiap batas skala waktu geologi umur dalam My atau juta tahun (Sandi Stratigrafi Indonesia, 1996).
(a) contoh bagian peta geologi yang dilintasi oleh garis penampang C-D (garis hitam) dan (b) gambaran bawah permukaan geologi penampang C-D sesuai dengan garis penampang horisontal pada peta geologi di atas. (contoh dari peta geologi daerah poso, Simandjuntak dkk., 1997)
  • komponen lain yang tidak kalah penting adalah penampang geologi. Penampang geologi (b) memberikan gambaran bawah permukaan geologi suatu daerah yang dilintasi garis penampang (a).

Sekian penjelasan singkat cara membaca peta geologi, bagi yang ingin bertanya lebih lanjut silahkan tulis di kolom komentar atau hubungi saya.

Mengapa banyak Gempa di Sulawesi?


“We now come to the Island of Celebes, in many respects the most remarkable and interesting in the whole region, or perhaps on the globe, since no other island seems to present so many curious problems for solution.”

Wallace, 1876

Sulawesi dikenal oleh para peneliti asing terdahulu sebagai Celebes. Sulawesi sejak dulu selalu menjadi daya tarik karena kekayaan sumber daya alam, flora, fauna dan tentu saja geologinya. Dalam bukunya (the Malay Archipelago, 1869) Afred Russel Wallace percaya bahwa persebaran fauna di Sulawesi dikontrol pula oleh geologi yang kompleks.

Sulawesi terbentuk dari amalgamasi beberapa pecahan blok kontinen yang berasal dari benua Australia. Salah satu konsekuensinya adalah gempa yang hingga saat ini terus terjadi di Sulawesi. Gempa tersebut terjadi karena adanya tabrakan serta pergeseran satu sama lain dari blok-blok yang membentuk Sulawesi.

Lingkaran kuning menunjukkan titik gempa dengan seismisitas M>5 dari data IRIS (1970-2018) dan lingkaran merah menunjukkan episenter dari pergerakan sesar Palu-Koro dengan M>4 (Valkaniotis et al., 2018).

Q: Mengapa bisa terjadi banyak gempa di Sulawesi?

A: Karena Sulawesi terletak diantara lempeng tektonik Eurasia (Sundaland), Indo-Australia dan Pasifik. Pulau Sulawesi terbentuk dari tabrakan beberapa lempeng tektonik kecil (microplates/terranes) yang berasal dari Australia. Batas lempeng yang bertabrakan tersebut hingga saat ini masih aktif bergerak sebagai sesar dan menghasilkan gempa.

Sulawesi merupakan produk amalgamasi dari blok kontinen Argo (Jawa Timur – Sulawesi Barat), Inner Banda (Sabah – NW Sulawesi) dan Sula Spur (Sulawesi Timur) yang semuanya berasal dari pecahan benua Australia (Gondwana)

Q: Apa hubungan tektonik lempeng dan gempa?

A: lempeng tektonik adalah bagian terluar dari bumi yang terdiri atas mantel bagian atas dan kerak (crust) yang aktif berjalan (dinamis). Jika membayangkan bumi sebagai telur maka lempeng adalah kulit telur, namun kulit telur yang retak-retak dibagian atas putih telur yang terus berputar/berotasi. Saat kulit telur tersebut saling berpapasan atau bertabrakan satu sama lain maka akan menghasilkan gempa.

Ilustrasu sederhana yang menggambarkan kejadian gempa pada batas lempeng yang saling bergerak menjauh, berpapasan dan bertabrakan. Sirkulasi pada bagian mantel terbentuk akibat adanya mantel panas yang naik dan kerak samudera dingin yang tenggelam.

Q: Daerah Sulawesi mana saja yang sangat rawan dengan gempa?

A: Dilihat dari peta lokasi gempa sejak 1970 dengan M>5 di atas dapat terlihat bahwa gempa banyak terdapat di Sulawesi Tengah khususnya sepanjang sesar Palu-Koro, lengan Sulawesi bagian timur dan utara Sulawesi yang berasosiasi dengan subduksi di daerah tersebut.

Sesar geser Palu-Koro berhubungan dengan subduksi Sulawesi Utara. Gambar di atas juga menunjukkan bagian lempeng yang mengalami subduksi (slab); Sangihe slab (hijau), Celebes/Sulawesi Slab (biru) dan Sula Slab (merah muda). Ketiga subduksi tersebut yang bertanggungjawab terhadap banyaknya gempa yang terjadi di daerah tersebut.

Jalur pertemuan dari berbagai blok kontinen yang berbeda umumnya menjadi suatu jalur sesar yang disebut dengan suture. Jika kita lihat peta geologi Sulawesi saat ini, banyak sekali sesar-sesar yang memotong Sulawesi, sebagian besar sesar tersebut masih aktif menghasilkan gempa. Oleh karena itu, masyrakat yang tinggal di Pulau Sulawesi harus selalu waspada dengan gempa dan bencana alam lain yang disebabkan oleh gempa yang dapat terjadi kapan saja.

Tanya Jawab seputar Gempa M6,9 Banggai-Sulawesi semalam

Q: Penyebab gempa barusan karena Sesar Sula Sorong ya?
A: Jika dilihat dari lokasi gempa (bintang pada gambar di atas) tidak berada dari sesar Sorong yg letaknya cukup jauh di selatan sepertinya tidak disebabkan oleh sesar sorong

Lokasi gempa ditandai dengan bintang, perhatikan sesar sorong yang letaknya cukup jauh di selatan (peta dasar dari CSEM EMSC)

Q: Jadi sesar apa yang menyebabkan gempa?
A: Berdasarkan hasil analisis focal mechanisms/moment tensor pada gambar di atas (bola hitam putih yang kayak bola voli) lebih menunjukkan sesar mendatar atau geser (strike-slip fault, sumber dari GFZ, IPGP, dan BMKG) dan satu analisis yang menunjukkan sesar oblique reverse atau geser-naik (pergerakan vertikal dan horizontal, sumber dari CPPT)

Q: Bagaimana focal mechanisms/moment tensor bola voli itu bisa didapatkan?
A: Seismologist melakukan metode komputasi berdasarkan gelombang pertama P yang tercatat di seismogram pada stasiun pengamatan gempa. Hasil analisis berupa bola yang menunjukkan bidang sesar yang berhubungan gempa yang terjadi. Kuadran putih pada bola dengan huruf (T: Tensional) menunjukkan arah stress kompresi minimum dan kuadran hitam dengan huruf (P: Pressure) menunjukkan arah kompresi maksimum.

Bola voli (beach ball) focal mechanisms yang menunjukkan bidang sesar yang merupakan hasil proyeksi ke suatu bidang datar dari bagian bawah bola

Q: Kalo seperti itu bisa ada dua bidang sesar dong?
A: Yup
Q: Terus kalo kasusnya sesar geser yang mengakibatkan gempa ini gimana kita tau sesarnya yang arah NE-SW atau NW-SE?
A: Untuk ini dibutuhkan pengetahuan geologist terhadap geologi regional daerah sekitar untuk menginterpretasi sesar tersebut. Untuk gempa ini setidaknya bisa ada 2 interpretasi dengan arah jurus sesar yang berbeda

1. Sesar yang berarah NW-SE kemungkinan besar berasosiasi dengan sesar mendatar Toili yang terdapat di bagian darat lengan timur Sulawesi
2. sesar yang berarah NE-SW yang dapat diinterpretasi merupakan reaktivasi dari sesar normal yang terdapat disekitar pulau peleng (pers.comm. Sukmandaru; Silver et al. ,1983; Garrard et al., 1988) atau sesar inversi yang juga terdapat pada penampang seismik di cekungan Banggai.

Lets Rock and Roll!

Thanks for joining me!

“Start writing, no matter what. The water does not flow until the faucet is turned on.” — Louis L’Amour

“You can always edit a bad page. You can’t edit a blank page.” — Jodi Picoult

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.”  — Pramoedya Ananta Toer

“Ikatlah ilmu dengan menulis” — Ali Bin Abi Thalib ra